Soekarno dalam bukunya "Mentjapai Indonesia Merdeka" yang mengutip perkataan dari prof. veth yang mengatakan bahwa sebenarnya sejak zaman purbakala sampai sekarang indonesia tidak pernah merdeka. sejak jaman hindu, jaman belanda, jaman jepang, hingga era kemerdekaan seperti sekarang ini. ada benarnya bila kita cermati, Sejak dahulu negeri ini hanya dimiliki oleh tiga jenis manusia saja yang pertama adalah Ekseksi, yaitu orang orang yang paling memiliki power lebih untuk mengatur arah orang kesini, kesitu, melarang, menyuruh, menjerumuskan, menelantarkan dan tetek bengek lainnya yang di-bahasakan kedalam peradaban yang disebut wisdom. wisdom ini alat untuk membuat dirinya tampak berwibawa dan meninggikan derajat dirinya sendiri, golongannya dan membuat orang lain tampak bodoh melongo dibuatnya.
Lalu siapa berikutnya? dia adalah money man, ya dia adalah orang ketiga yang lebih berkuasa ketimbang ekseksi dan yudiksi namun keduanya akrab satu sama lain tidak ada yang lebih tinggi atau rendah namun dengan kelebihannya money man menciptakan hantu hantu yang mengerikan dengan menyulap ekseksi dan yudiksi menjadi mesin mesin jahat untuk mengubur hidup hidup pesakitan tanpa proses peradilan, namun kadang kadang pengadilan yang dilakukan manusia (sudah pasti penuh cela) berlangsung sebentar saja dan basa basinya hanya pemandangan yang membosankan yang sudah dapat ditebak hasil akhirnya.
Tiga elemen inilah yang paling shahih menjadi pewaris keagungan dari para penguasa (tirani) lampau dengan pedang pedangnya yang berwujud wisdom, weapon, dan dough. seperti halnya kisah atau dongeng dari segala jaman, selalu ada manusia yang menjadi oebjek penindasan oleh tirani dialah yang kusebut para tuna segala-nya.
Ketika para manusia beradab membuat peraturan peraturan, perundang - undangan dan berbagai produk peradaban yang disebut hukum, tak ada alasan lain kecuali hanya penghias pilar pilar peradaban yang pada kenyataanya sama sekali hanya menyentuh kaum tuna segala-nya sebagai objek tiran untuk memuaskan hasrat ke-manusiaan-nya para pewaris agung yaitu tiga elemen yang paling benar sebagai pemilik negara.
Syahdan terdapatlah cerita tentang seorang tuna segala-nya. ia tak bermimpi menjadi manusia beradab apalagi diterima dalam golongan kasta penguasa, hanya saja ia ingin mendapatkan hak haknya yang pantas ia perjuangkan dan dapatkan kembali, kemudian kisah menyeretnya keranah yuridis, semacam wilayah kekuasan sang yudiksi, ia yang sama sekali buta dengan benda sakti yang bernama hukum, pengetahuanya tentang benda itu NOL BESAR, benda yang hanya berwujud sepucuk surat bermantera hukum yang dikirim sang yudiksi saja bisa menjadi granat yang mampu meledakan seisi hunianya. sebab apa? pengetahuan mereka tentang hukum sama sekali NOL! begitu mudahnya mereka para yudiksi menakuti dengan mantera mantera yang tidak dimengerti oleh orang orang tuna hukum. mereka para tuna akan setengah mati membayangkan hal hal buruk yang menjadi konsekuensi atas kesalahan yang tidak pernah ia perbuat.
Betapa berterimakasihnya para tuna tuna hukum di negeri antah berantah ini, bila mereka anak pianak peradaban (Mahasiswa mahasiswa hukum) yang sekolah di bidang hukum, dengan suka rela membagi ilmu pengetahuannya tentang mantera mantera hukum. hukum dengan segala tetek mbengeknya melalui penyuluhan penyuluhan ke desa desa, agar mereka yang bodoh dan tuna hukum tidak dengan mudahnya mendapat perlakuan tidak adil dari para penegak hukum yang lebih sering tidak bertindak sebagaimana mestinya.
Yang kedua adalah Yudiksi, ini bukan orang yang bernama yudi, melainkan adalah sebuah media atau alat yang memfollow-up agar semakin me-magrong-magrong-kan power yang dimiliki oleh ekseksi, ibarat sebuah senapan bila ekseksi ialah pelatuk-nya maka yudiksi adalah peluru-nya. mereka berdua saling mengisi, menguatkan kekuatan dan melengkapi satu sama lain. Ibaratnya ekseksi adalah otak dalam tubuh manusia maka yudiksi adalah kaki tangan dan tubuh yang digerakkan sesuai dengan keinginan otak. bila disuruh mencabut maka mencabutlah bila diperintah menebang maka menebanglah, begitulah analogi yang menggambarkan hubungan antara ekseksi dan yudiksi.
Lalu siapa berikutnya? dia adalah money man, ya dia adalah orang ketiga yang lebih berkuasa ketimbang ekseksi dan yudiksi namun keduanya akrab satu sama lain tidak ada yang lebih tinggi atau rendah namun dengan kelebihannya money man menciptakan hantu hantu yang mengerikan dengan menyulap ekseksi dan yudiksi menjadi mesin mesin jahat untuk mengubur hidup hidup pesakitan tanpa proses peradilan, namun kadang kadang pengadilan yang dilakukan manusia (sudah pasti penuh cela) berlangsung sebentar saja dan basa basinya hanya pemandangan yang membosankan yang sudah dapat ditebak hasil akhirnya.
Tiga elemen inilah yang paling shahih menjadi pewaris keagungan dari para penguasa (tirani) lampau dengan pedang pedangnya yang berwujud wisdom, weapon, dan dough. seperti halnya kisah atau dongeng dari segala jaman, selalu ada manusia yang menjadi oebjek penindasan oleh tirani dialah yang kusebut para tuna segala-nya.
Ketika para manusia beradab membuat peraturan peraturan, perundang - undangan dan berbagai produk peradaban yang disebut hukum, tak ada alasan lain kecuali hanya penghias pilar pilar peradaban yang pada kenyataanya sama sekali hanya menyentuh kaum tuna segala-nya sebagai objek tiran untuk memuaskan hasrat ke-manusiaan-nya para pewaris agung yaitu tiga elemen yang paling benar sebagai pemilik negara.
Syahdan terdapatlah cerita tentang seorang tuna segala-nya. ia tak bermimpi menjadi manusia beradab apalagi diterima dalam golongan kasta penguasa, hanya saja ia ingin mendapatkan hak haknya yang pantas ia perjuangkan dan dapatkan kembali, kemudian kisah menyeretnya keranah yuridis, semacam wilayah kekuasan sang yudiksi, ia yang sama sekali buta dengan benda sakti yang bernama hukum, pengetahuanya tentang benda itu NOL BESAR, benda yang hanya berwujud sepucuk surat bermantera hukum yang dikirim sang yudiksi saja bisa menjadi granat yang mampu meledakan seisi hunianya. sebab apa? pengetahuan mereka tentang hukum sama sekali NOL! begitu mudahnya mereka para yudiksi menakuti dengan mantera mantera yang tidak dimengerti oleh orang orang tuna hukum. mereka para tuna akan setengah mati membayangkan hal hal buruk yang menjadi konsekuensi atas kesalahan yang tidak pernah ia perbuat.
Betapa berterimakasihnya para tuna tuna hukum di negeri antah berantah ini, bila mereka anak pianak peradaban (Mahasiswa mahasiswa hukum) yang sekolah di bidang hukum, dengan suka rela membagi ilmu pengetahuannya tentang mantera mantera hukum. hukum dengan segala tetek mbengeknya melalui penyuluhan penyuluhan ke desa desa, agar mereka yang bodoh dan tuna hukum tidak dengan mudahnya mendapat perlakuan tidak adil dari para penegak hukum yang lebih sering tidak bertindak sebagaimana mestinya.
0 comments:
Posting Komentar