cerita fenomena diri segala perih, segala suka, terurai dalam sepenggal kisah dan cerita. |
Time after time, dan tiba masanya, masa dimana bumi berputar, musim-musim berganti. musim yang tadinya bergemuruh riuh rendah hujan rintihan tawa, derai suka cita, berubah menjadi kemarau panjang, dan senja mempercepat kelam, merubah terang menjadi muram. tatkala itu juga tiada lagi yang berdiri tegak menemani pokok mahoni yang duduk terdiam, sementara temaram senja semakin bermuram dan menunjukkan sikap anti kompromi.
Tiba diujung padang belantara hari sudah terlampau kelam, dan angin gunung basa-basi menyapa diri yang berpeluh penat terlingkari duka lara. Duhai! jauh sudah berpeluh, tak menghirau rentang tonggak yang berpuluh tahun terhempas bah dari selatan, badai dari utara semua demi peluk kasih penuh cinta.
Duhai! di air yang tenang dan desir angin yang tak bersuara, berkacalah badan!, belajarlah kaki!, tengoklah kebelakang!. tengoklah masa itu! Duhai kaki tak bosankah kau terperosok dalam jerat lubang yang dulu membisu menemanimu terdiam dalam kelam.
Duhai badan! sekarang sudah biasa bertahan, tonggak tua tersiram air bagai dicurahkan dari langit. kembali bersemi dan tumbuh menjadi muda lagi.
(Sepotong Kertas, Sekerat Pena | 5.00)
0 comments:
Posting Komentar